TINDAK PIDANA KORUPSI

Mempelajari tindak pidana korupsi tidak bias melepaskan diri dari hukum pidana, karena tindak pidana, karena tindak pidana merupakan salah satu masalah pokok dalam hukum pidana. Selain tindak pidana terdapat 2 (dua) buah masalah pokok lainya yaitu pertanggungjawaban pidana dan pidana atau pemidanaan. Hukum pidana meruapakan salah satu lapangan atau bidang hukum yang terdapat di Indonesia.

Hukum pidana bersifat Ulitimatum Remedium yang berarti sebagai obat terakhir atau upaya terakhir, karena pidana memiliki sanksi yang tajam dibandingkan dengan lapangan hukum lain. Oleh karena itu, dikatakan hukum pidana sebagai Hukum Subsider, maksudnya bila lapangan hukum lain tidak lagi dapat memberikan keadilan, maka barulah hukum pidana turun tangan dengan mengaturnya sebagai tindak pidana.

          Hukum pidana terdiri dari macam-macam hukum pidana, antara lain dari macam-macam hukum pidana tersebut yaitu:

              Hukum Pidana Umum yaitu aturan hukum pidana yang berlaku umum sebagaimana diatur didalam KUHP. Tindak pidana yang terdapat dalam KUHP disebut juga dengan tindak pidana umum;

2.               Hukum Pidana Khusus yaitu aturan hukum pidana yang berlaku bagi hal-hal tertentu, baik orangnya tertentu maupun perbuatannya tertentu sebagaimana diatur dalam undang-undang di luar KUHP. Hukum Pidana Khusus antara lain terdapat dalam UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU TP Korupsi) jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Revisi UU TP Korupsi). Tindak pidana yang terdapat dalam undang-undang di luar KUHP disebut juga tindak pidana khusus. Dengan demikian pada saat mempelajari tindak pidana korupsi, berarti mempelajari salah satu hukum yang masuk dalam hukum pidana khusus.

Hubungan antara hukum pidana umum dengan hukum pidana khusus diatur dalam:

1.                   Pasal 103 KUHP, yang menentukan bahwa ketentuan yang terdapat dalam Bab I s/d Bab VIII Buku I KUHP berlaku bagi undang-undang pidana di luar KUHP; Dengan demikian terlihat bahwa semua prinsip atau asas yang terdapat dalam hukum pidana umum (KUHP) berlaku bagi tindak pidana korupsi. Asal Legalitas menentukan bahwa suatu perbuatan yang dilakukan orang baru dapat dihukum dipidana bila sebelum perbuatan itu dilakukan telah diatur lebih dahulu di dalam undang-undang bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dapat dipidanakan. Begitu juga dalam tindak pidana korupsi, seseorag dihukum dengan karena melakukan tindak pidana korupsi, seseorang dihukum dengan karena mlakukan tindak pidana korupsi kalau sebelum perbuatan itu dilakukan telah diatur dalam UU Korupsi. Prinsip lain yang juga berlaku bagi tindak pidana korupsi yaitu prinsip perubahan undang-undang sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP. Hal ini terjadi pada saat Akbar Tanjung (mantan MENSESNEG pada zaman Habibi) didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Kalau mengikuti asas legalitas, maka yang harus diberlakukan kepada Akbar Tanjung adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena perbuatan korupsi yang dilakukan Akbar Tanjung pada masa berlakunya UU No. 3 Tahun 1971 tersebut, tetapi saat siding Akbar Tanjung dilaksanakan terjadi perubahan undang-undang, maka menurut ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP yang diterapkan kepada Akbar Tanjung adalah ketentuan atau UU yang menguntungkan baginya. Hakimlah yang menentukan yang menguntungkan bagi terdakwa tersebut. Mengenai ruang lingkup berlakunya undang-unang tindak pidana korupsi adalah sejalan dengan berlakunya hukum pidana Indonesia yaitu yang diatur dalam Asas Teritorialitas, Asas Personalitas Pasif, Asas Personalitas Aktif, dan Asas Personalitas Universal, beserta pengecualianya. Selain dari pada yang dilakukan di atas, juga berlaku tindak pidana korupsi yaitu Poging, Deelneming, Samenloop van Strafbarefeiten, hapusnya hak menuntut dan melaksanakan pidana, dan lain-lain;

2.                        Pasal 63 ayat (2) KUHP menentukan bahwa bila diatur dalam aturan yang umum dan diatur juga dalam aturan yang khusus, maka aturan yang khusus yang diterapkan. Dari ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP ini ada asas Lex special derogate lex generalis, artinya aturan hukum yang khusus mengeyamping aturan hukum yang umum.

         Tindak pidana korupsi merupakan tidak pidana formil, yaitu tindak pidana yang mementingkan unsur perbuatan sebagaimana diatur dalam undang-undang serta tindak mementingkan akibatnya. Tindak Pidana Korupsi dijadikan sebagai tindak pidana formil supaya pembuktian tindak pidana korupsi mudah dilakukan, karena kaau tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana materil, maka akan kesulitan untuk membuktikan akibat yaitu merugikan keuangan atau perekonomian Negara.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ta’rif dan Pembahasannya

Ilmu Bantu Dalam Hukum Pidana

Jinayah dan Jarimah