Sumber Hukum Administrasi Negara dan Asas Legalitas Hukum Administrasi Negara
MAKALAH
HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
Tentang:
“ Sumber
Hukum Administrasi Negara dan Asas Legalitas Hukum Administrasi Negara ”
Oleh:
Kelompok
2
Hibatul
Wafi : 1630203026
Dosen
Pembimbing :
Sa'adatul
Maghfira, S.Hi, M.H.
JURUSAN
HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2018
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis
ucapkan kehadiran Allah SWT yang selalu senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya. Berkat rahmat dan karunia-Nya itu penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Sumber Hukum Administrasi Negara dan Asas Legalitas Hukum Administrasi
Negara”.
Makalah ini disusun
sebagai salah satu bentuk penugasan yang di berikan Dosen pengampu mata kuliah
Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Syariah, Jurusan Hukum Tata Negara,
Institu Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.Selesainya penulisan Makalah ini
tidak lepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak, oleh sebab itu penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Kedua orang tua penulis.
2.
Senior dan teman-teman yang telah banyak
memberikan pengetahuan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah
ini.
3.
Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan
pengetahuan dan arahan kepada penulis selama mengikuti proses perkuliahan Hukum
Administrasi Negara. Dan juga kepada pihak-pihak lain yang telah membantu yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga
Makalah ini bermanfaat dan memberikan wawasan bagi penulis dan pembaca. Penulis
mohon maaf jika dalam penulisan Makalah ini terdapat kesalahan, baik secara teknis
maupun isinya. Dalam rangka penyempurnaan isi Makalah ini, penulis mengharapkan
sumbangan pemikiran para pembaca, berupa saran dan kritikan yang bersifat
membangun. Akhir do’a keada Allah SWT semoga amal baik, bantuan dan bimbingan
yang di berikan kepada penulis, semoga mendapat balasan yang berlipat ganda
disisi-Nya. Amiin ya robbal ‘alamin.
Batusangkar, Februari 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemikiran
atau konsepsi manusia merupakan anak zaman yang lahir dan berkembang dalam
situasi kesejarahan dengan berbagai pengaruhnya. Pemikiran atau konsepsi
manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan.
Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep
universal, tetapi pada dataran implementasi ternyata memiliki karakteristik
beragam. Hal ini karena pengaruh pengaruh situasi kesejarahan tadi, di samping
pengaruh falsafah bangsa, ideologi negara, dan yang lain-lainnya. Atas dasar
itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai
model seperti negara hukum menurut Al Quran dan Sunnah atau nomokrasi Islam,
negara hukum menurut konsep Eropa kontinental yang dinamakan rechstaat, negara
hukum menurut konsep Anglo saxon (rule of law), konsep sosialisast legality,
dan konsep negara hukum Pancasila. Hal yang dituliskan seperti di atas tadi
merupakan alasan adanya Hukum Administrasi Negara, Sebagai bentuk kajian Salah
satu bagian dari Hukum Tata Negara. Maka dari itu saya sebagai penulis akan
membahas perihal sumber Hukum Administrasi Negara beserta asas Hukum
Administrasi Negara.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Defenisi Sumber Hukum Administrasi Negara dan Macam-macamnya ?
2.
Apa Asas Legalitas Hukum Administrasi Negara ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan Bagaimana Defenisi Sumber
Hukum Administrasi Negara dan Macam-macamnya
!
2.
Menjelaskan Apa Saja Asas-asas Hukum
Administrasi Negara !
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi Sumber Hukum Administrasi Negara dan
Macam-Macamnya
1.
Defenisi Sumber Hukum Administrasi
Negara
Istilah sumber
hukum dapat digunakan dalam berbagai arti, dalam arti sosiologis sumber hukum
adalah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, dalam arti filosofi
sumber hukum adalah sebagai sumber isi hukum dan sebagai sumber untuk kekuatan
mengikat dari hukum, dan dalam arti formal sumber hukum adalah format atau
wujud dari mana kita dapat melihat isi hukum yang berlaku, Keempat arti
tersebut memiliki tujuan yang sama.[1]
Ketika mengawali
pembahasan tentang sumber-sumber hukum positif, P.J.P tidak mengatakan
pertanyaan mengenai sumber-sumber hukum tidak dapat dijawab dengan sederhana,
karena pengertian sumber hukum ini digunakan dalam beberapa arti. Disamping
digunakan dalam beberapa arti, masing-masing orang akan memandang hukum dan
sumber hukum secara berbeda, sesuai dengan kecenderungan dan latar belakang
pendidikan dan keilmuannya. Para sosiolog akan melihat hukum dan sumber hukum
yang berbeda dibandingkan dengan para filosof, sejarawan, atau ahli hukum, dan
begitu pula sebaliknya. Bahkan di kalangan ahli hukum sendiri terjadi perbedaan
pandangan tentang arti sumber hukum. Karena pada kenyataannya ada beberapa arti
dan jenis sumber hukum dan adanya perbedaan pemahaman orang tentang sumber
hukum, maka mempelajari sumber hukum memerlukan kehati-hatian. Menurut Bagir
Manan "Tanpa kehati-hatian dan kecermatan yang mendalam mengenai apa
yang dimaksud dengan sumber hukum dapat menimbulkan kekeliruan bahkan
menyesatkan". Menurut Sudikno Mertokusumo Kata sumber hukum sering
digunakan dalam beberapa arti, yaitu sebagai berikut; Beliau mengatakan sumber
hukum sebagai asas hukum yang merupakan permulaan hukum, menunjukkan hukum
terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang berlaku, memberi
kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum, sebagai sumber dari mana
kita dapat mengenal hukum dan juga sebagai sumber terjadinya hukum.
Meskipun
pengertian sumber hukum dipahami secara beragam, akan tetapi secara umum dapat
disebutkan bahwa sumber hukum di pakai orang dalam dua arti. Arti yang pertama
untuk menjawab pertanyaan; "Mengapa hukum itu mengikat?". Pertanyaan
Ini bisa juga dirumuskan "apa sumber kekuatan hukum hingga mengikat atau
dipatuhi oleh manusia?". Pengertian sumber dalam arti ini dinamakan sumber
hukum dalam arti materiil. Kata sumber juga dipakai dalam arti lain, yaitu
untuk menjawab pertanyaan "dimanakah kita dapatkan atau temukan
aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan kita itu?". Sumber dalam arti
yang kedua ini dinamakan sumber hukum dalam arti formal. Secara sederhana,
sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta
tempat ditemukannya aturan-aturan hukum itu sendiri.[2]
2.
Macam-macam Sumber Hukum Administrasi
Negara
Sumber Hukum
Administrasi Negara dapat dibedakan antara sumber hukum materiil dan formil.
Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang mempengaruhi isi dari Aturan
itu, misalnya sejarah, sosiologi, atau antropologis. Sedangkan sumber hukum
formal adalah berbagai bentuk aturan hukum yang ada, yang oleh Utrech
dikelompokkan; UU, Praktek administrasi negara (konvensi), yurisprudensi dan
doktrin (anggapan para ahli hukum).
Adapun peraturan
perundang-undangan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam, yakni:
a.
Peraturan perundang-undangan zaman
Hindia Belanda, yang ini yang berlaku berdasarkan pasal II AP. UUD 1945, yang
ini peraturan-peraturan umum (algemene Verordeningen) antara lain; Wet (UU),
Algement Maatsregelsvan Bestur (AmvB) oleh mahkota Belanda (PP), Ordonantie
dibuat oleh GG Hindia Belanda dan Volksraad, Regelings verordenings (Rv) oleh
Gubernur general tanpa volksraad.
b.
Peraturan perundang-undangan berdasarkan
undang-undang 1945, yakni UU, Perpu dan PP.
c.
Peraturan perundang-undangan menurut TAP
MPRS No. XX Tahun 1996, yakni; TAP MPRS (S), UU/Perpu/PP, Keppres dan peraturan
pelaksanaan lainnya.[3]
Berikut pembagian macam-macam
sumber hukum selengkapnya:
1)
Sumber Hukum Materil
a)
Sumber Hukum Historis (rechtsbron in
historische zin)
Dalam artian
historis pengertian sumber hukum ini memiliki dua arti yaitu, pertama sebagai
sumber pengenalan hukum pada saat tertentu dan kedua sebagai sumber dimana
pembuatan undang-undang mengambil bahan dalam Membentuk peraturan
perundang-undangan.
b)
Sumber Hukum Sosiologis (rechtsbron
in sociologische zin)
Sumber hukum
adalah pengertian ini hal yang mempengaruhi isi hukum positif. Artinya
peraturan hukum tertentu mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
c)
Sumber Hukum Filosofis (rechtsborn in
filosofische zin)
Sumber
hukum dalam arti filosofis memiliki dua arti yaitu yang pertama sebagai sumber
untuk isi hukum yang adil dan yang kedua Sebagai sumber untuk menaati kewajiban
terhadap hukum atau sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari hukum.
2)
Sumber Hukum Formil
a)
Peraturan Perundang-undangan
Dalam keputusan
hukum, Tidak Semua peraturan dapat dikategorikan sebagai peraturan hukum suatu
peraturan hukum adalah peraturan hukum bilamana peraturan itu mengikat setiap
orang dan karena itu ketaatannya dapat dipaksakan oleh Hakim.
b)
Praktik Administrasi Negara/Hukum
TidakTertulias
Meskipun
undang-undang dianggap sebagai sumber hukum administrasi negara yang paling
penting, Namun undang-undang sebagai peraturan tertulis memiliki kelemahan.
Menurut Bagir Manan sebagai kekuatan tertulis atau hukum tertulis peraturan
perundang-undangan mempunyai jangkauan terbatas sekedar (moment of Name) dari
unsur-unsur politik.
c)
Yurisprudensi
Yurisprudensi
berasal dari bahasa latin "jurisprudentia" yang berarti pengetahuan hukum
(rechtsgeleerdheid). Dalam pengertian teknis yurisprudensi itu dimaksud sebagai
produsen badan peradilan atau Hakim yang diikuti secara berulang-ulang dalam
kasus yang sama oleh para hakim lainnya sehingga dapat disebut pula sebagai
hukum ciptaan Hakim atau peradilan.
d)
Doktrin
Doktrin yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah ajaran hukum atau pendapat para pakar hukum
yang berpengaruh. Meskipun ajaran hukum atau pendapat para sarjana hukum tidak
memiliki kekuatan mengikat, namun pendapat sarjana hukum ini begitu penting
Bahkan dalam sejarah pernah terdapat ungkapan bahwa orang tidak boleh
menyimpang dari pendapat umum para ahli hukum.
Sepanjang
sejarah pemikiran dan pembentukan hukum, keberadaan pendapat para ahli hukum
yang berpengaruh memiliki posisi strategis karena teori-teori yang dilahirkan
nya menjadi sumber inspirasi bagi para pembentuk peraturan perundang-undangan
dan putusan para hakim.Alkan tetapi, karena sifat doktrin ini tidak mengikat
dan hanya menjadi sumber inspirasi bagi pembentuk undang-undang dan putusan
para hakim, maka tidaklah keliru jika dikatakan bahwa doktrin ini hanya sebagai
sumber tambahan.[4]
B.
Asas legalitas Hukum Administrasi
Negara
Asas
legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam
setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum
terutama bagi negara negara hukum dalam sistem kontinental. Pada mulanya asas
legalitas dikenal dengan penarikan pajak oleh negara. Di Inggris terkenal
ungkapan "no taxation without representation", tidak ada pajak
tanpa persetujuan parlemen, atau di Amerika ada ungkapan; “Taxatonion without
represebtation is robbery", pajak tanpa
persetujuan parlemen adalah perampokan. Hal ini berarti penarikan pajak hanya
boleh dilakukan setelah adanya undang-undang yang mengatur pemungutan dan
penentuan pajak. Asas ini dinamakan juga dengan kekuasaan undang-undang (de
heerschappij van de wet).
Istilah
asas legalitas juga dikenal dalam hukum pidana; nullumdelictukm sine praevia
lege poenali (tidak ada hukuman tanpa undang-undang). Kemudian asas
legalitas ini digunakan dalam bidang hukum administrasi negara yang memiliki
makna bahwa pemerintah tunduk kepada undang-undang atau asas legalitas
menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus didasarkan
pada undang-undang. Asas legalitas ini merupakan prinsip negara hukum yang
sering dirumuskan dengan ungkapan "het beginsel van wetmatigheid van bestuur"
yang ini prinsip keabsahan pemerintahan.
H.D.
Stout, dengan mengutip pendapat verhey, mengemukakan hahwa het beginsel van
wetmatigheid van bestuur mengandung tiga aspek, yang ini aspek negatif,
aspek formal positif, dan aspek material positif. Aspek negatif menentukan
bahwa tindakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Tindakan pemerintah adalah tidak sah jika bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Aspek formal positif menentukan bahwa
pemerintah hanya memiliki kewenangan tertentu sepanjang diberikan atau
berdasarkan undang-undang. Aspek material positif menentukan bahwa
undang-undang memuat aturan umum yang mengikat tindakan pemerintahan. Hal ini
berarti bahwa kewenangan itu harus memiliki dasar perundang-undangan dan juga
bahwa kewenangan itu isinya ditentukan normanya oleh undang-undang.
Secara
historis, asas pemerintahan berdasarkan undang-undang itu berasal dari
pemikiran hukum abad ke-19 yang Berjalan seiring dengan keberadaan negara hukum
klasik atau negara hukum liberal dan dikuasai oleh berkembangnya pemikiran
hukum legalistik positifistik, terutama pengaruh aliran hukum legisme, yang
menganggap hukum hanya apa yang tertulis di dalam undang-undang. Diluar
undang-undang dianggap tidak ada hukum atau bukan hukum. Oleh karena itu,
undang-undang dijadikan sebagai sendi utama penyelenggaraan kenegaraan dan
pemerintahan, dengan kata lain asas legalitas dalam gagasan negara hukum
liberal memiliki kedudukan Sentral atau sebagai suatu fundamental dari negara
tersebut.
Secara
normatif, prinsip bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan
perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan ini memang dianut di setiap
negara hukum, namun Dalam praktiknya penerapan prinsip ini berbeda-beda antara
satu negara dengan negara lain. Ada negara yang begitu tetap berpegang pada
prinsip ini, namun ada pula negara yang tidak begitu ketat menerapkannya. Artinya
untuk hal-hal atau tindakan-tindakan pemerintah yang tidak begitu fundamental,
penerapan prinsip tersebut dapat diabaikan.
Asas
legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum.
Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai
keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin
memperhatikan kepentingan rakyat. Dengan kata lain sebagaimana disebutkan
Rousseau "Undang-undang merupakan personifikasi dari akal sehat manusia
atau aspirasi rakyat", yang pengejawantahan nya harus tampak dalam
prosedur pembentukan undang-undang yang melibatkan atau memperoleh persetujuan
rakyat melalui wakilnya di parlemen.
Penyelenggaraan
pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas, yang berarti didasarkan
undang-undang dalam artian hukum tertulis, Dalam praktiknya tidak memadai
apalagi di tengah masyarakat yang memiliki tingkat dinamika yang tinggi. Hal
ini karena hukum tertulis senantiasa mengandung kelemahan-kelemahan.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwasanya Hukum
Admnistrasi Negara juga memiliki sumber atau lansadan fundamental dalam
pelaksaannya, walaupun seyogyanya Hukum Administrasi Negara merupakan bagian
dari Hukum Tata Negara, namun dalam sumber hukumya memiliki pemetakan dari pada
Hukum Tata Negara.
Asas Legalitas, yaitu asas yang sangat penting didalam
menjalankan Hukum Administrasi Negara, secara umum asas legalitas ialah
ketundukan pemerintahan terhadap hukum atau kebijakan yang berlaku, dengan kata
lain Hukum Administrasi Negara mengatur jalannya pemerintahan dengan baik, dan
akan menindak apabila dan meluruskan kembali apabila ada jalan yang menyimpang.
Untuk mendakwa suatu penyelewengan harus menggunakan
norma-norma hukum yang sepatutnya digunakan, yaitu Hukum Admnistrasi Negara dan
bila ditemukan penyelewengan baik dalam bentuk norma pemeritahan maupun norma
perilaku aparat, akan mendapatkan tindakan yang tegas.
B. Kritik dan Saran
Sekian hasil
dari makalah kami sebagai penulis,
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan pribadi. Saya sebagai
penulis sangat menerima bentuk pemikiran dari teman-teman baik itu berbentuk
keriting maupun saran yang pastinya bersifat membangun untuk makalah ini. Akhir
kata assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA
HR, Ridwan. 2014. Hukum Administrasi Negara.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Marbun, SF. 2001. Hukum Administrasi Negara.
Yogyakarta: UII Yogyakarta Press.
Makfudz, M. 2013. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Rumokoy, Albert. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
[1] Albert Rumokoy, Pengantar Ilmu Hukum, (Rajagrafindo Persada,
Jakarta,Cet ke-1, 2014), Hlm. 87-89.
[2] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Rajagrafindo Persada,
Jakarta, Cet ke-11, 2014), Hlm. 54-56.
[3] SF Marbun, Hukum Administrasi Negara, (UII Yogyakarta Press,
Yogyakarta, Cet ke-1, 2001), Hlm. 212.
Komentar
Posting Komentar